Spesial
Terlanjur terlahir sebagai anak perempuan.
Menjadi anak perempuan hanyalah opsi kedua yang datang di tengah harapan keluarga. Tidak sedikit orang tua yang pada awalnya menginginkan anak laki-laki ketimbang anak perempuan. Dari jaman nabi pun terlahir menjadi anak perempuan adalah aib yang sangat besar. Bahkan mereka harus dikubur hidup-hidup hanya saja mereka bukan laki-laki. Menjadi perempuan adalah takdir, dan takdir itu lah yang membunuh mereka di masa lampau yang mengakar sampai saat ini.
Dunia tidak pernah adil terhadap anak perempuan.
Bahkan dengan sesama perempuan pun hidup tidak akan selalu menyenangkan. Lihat saja betapa menderitanya nasib perempuan yang tinggal satu atap dengan Ibu Mertuanya. Betapa ironi, bahkan sesama perempuan dapat saling menyakiti.
Begitu banyak harapan untuk menjadi sempurna yang harus ditanggung oleh anak-anak perempuan, tetapi di dunia kerja banyak sekali batasan-batasan yang menjadi penghalang. Mereka tidak boleh jelek, tidak boleh lewat dari usia produkti, tidak boleh memiliki suami, tidak boleh ini, tidak boleh itu.
Dunia menuntut kesempurnaan pada perempuan tapi tidak pernah memberikan hak-haknya.
Menjadi anak perempuan hanyalah opsi kedua yang datang di tengah harapan keluarga. Tidak sedikit orang tua yang pada awalnya menginginkan anak laki-laki ketimbang anak perempuan. Dari jaman nabi pun terlahir menjadi anak perempuan adalah aib yang sangat besar. Bahkan mereka harus dikubur hidup-hidup hanya saja mereka bukan laki-laki. Menjadi perempuan adalah takdir, dan takdir itu lah yang membunuh mereka di masa lampau yang mengakar sampai saat ini.
Dunia tidak pernah adil terhadap anak perempuan.
Di rumah, menjadi anak perempuan sama halnya menjadi pasak beton yang harus kokoh tidak peduli apapaun musimnya, ia harus bisa menopang segalanya.
Melihat Ibu yang mewajarkan anak laki-lakinya tidak memberi andil yang cukup banyak di rumah dapat diwajarkan dengan alih-alih mereka akan bekerja menjadi tulanng punggung. Sementara anak perempuan diwajibkan melakukan segalanya.
Melihat Ibu yang mewajarkan anak laki-lakinya tidak memberi andil yang cukup banyak di rumah dapat diwajarkan dengan alih-alih mereka akan bekerja menjadi tulanng punggung. Sementara anak perempuan diwajibkan melakukan segalanya.
Bahkan dengan sesama perempuan pun hidup tidak akan selalu menyenangkan. Lihat saja betapa menderitanya nasib perempuan yang tinggal satu atap dengan Ibu Mertuanya. Betapa ironi, bahkan sesama perempuan dapat saling menyakiti.
Begitu banyak harapan untuk menjadi sempurna yang harus ditanggung oleh anak-anak perempuan, tetapi di dunia kerja banyak sekali batasan-batasan yang menjadi penghalang. Mereka tidak boleh jelek, tidak boleh lewat dari usia produkti, tidak boleh memiliki suami, tidak boleh ini, tidak boleh itu.
Dunia menuntut kesempurnaan pada perempuan tapi tidak pernah memberikan hak-haknya.
Comments
Post a Comment